KAJIAN AYAT
Q.S. AL-AN’AM AYAT 32
“BERPIKIR DAN MENGHAYATI”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Progaram Tutorial-PAI MKDU
Disusun Oleh :
Elah Nurlaelah Sari
(1004162)
1C
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi yang
berisi nilai-nilai universal kemanusiaan. Ia diturunkan untuk dijadikan
petunjuk, bukan hanya untuk sekelompok manusia ketika ia diturunkan tetapi juga
untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Nilai-nilai dasar Al-Qur’an mencakup
berbagai aspek kehidupan manusia secara utuh dan komprehensif. Tema-tema
pokoknya mencakup aspek ketuhanan, manusia sebagai individu dan anggota
masyarakat, alam semesta, kenabian, wahyu, eskatologi, dan makhluk-makhluk spiritual.
Eksistensi, orisinalitas, dan kebenaran ajarannya dapat dibuktikan oleh sains
modern, sedang tuntunan-tuntunannya adalah rahmat bagi semesta alam.
Al-Quran merupakan sumber utama
ajaran Islam, berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya demi
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Di samping itu, Al-Quran juga
memerintahkan umat manusia untuk memperhatikan ayat-ayat Al-Quran, yang di
samping dapat mengantar mereka kepada keyakinan dan kebenaran Ilahi, juga untuk
mengingatkan manusia tentang kehidupan akhirat. Manusia seringkali terlena oleh
kehidupan dunia yang hanya sesaat dan melupakan kehidupan akhirat yang kekal
dan abadi.
Oleh karena itu penulis akan
membahas Kajian Ayat Q.S. Al-An’am Ayat 32 tentang “Berfikir dan Menghayati”
terhadap kehidupan dunia dan akhirat.
B.
Tujuan Penulisan
Penulisan kajian ayat Q.S. Al-An’am
ayat 32 bertujuan agar pembaca tidak terlena dengan kehidupan dunia yang hanya
sesaat, namun lebih memprioritaskan pada kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Dunia hanya sebagai ladang untuk menyemaikan
benih-benih amal shalih agar bisa memetik buahnya di akhirat kelak. Dunia hanya
sebagai bekal agar bisa selamat melewati shirath yang berada diatas neraka
jahannam.
Hakikat ini
dipesankan oleh semua nabi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
yang menceritakan tentang orang beriman dari keluarga Fir'aun,
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal."
(Q.S. Al-Mu'min: 39)
C.
Resensi Yang Digunakan
Sumber-sumber/resensi yang digunakan
dalam pembuatan kajian ayat ini adalah menggunakan dua kelompok sumber.
Diantaranya:
1.
Sumber dari
buku-buku/kitab-kitab:
·
Al-Qur’an dan Terjemahnya DEPAG
RI Gema Risalah Press Bandung
·
Tafsir Qur’an Karangan Ibnu
Katsir
·
Tafsir / Indonesia /
DEPAG / Surah Al An'aam 32
2.
Sumber dari internet:
Penulis menggunakan sumber-sumber di
atas dikarenakan di dalamnya terdapat bahan-bahan yang dicari untuk proses pembuatan
kajian ayat Q.S. Al-An’am Ayat 32.
BAB II
KANDUNGAN AYAT
Artinya : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main
dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am:32)
Dalam ayat ini Allah menegaskan
gambaran kehidupan duniawi dan ukhrawi. Kehidupan dunia ini sesungguhnya
tidaklah lain hanyalah permainan dan hiburan. Bagi mereka yang mengingkari hari
berbangkit dan kiamat memang demikianlah mereka sangat mencintai hidup duniawi
ini.
Seperti anak-anak bermain-main
mereka memperoleh kesenangan dan kepuasan sewaktu dalam permainan itu. Semakin
pandai dia mempergunakan waktu bermain itu semakin banyak kesenangan dan
kepuasan yang mereka peroleh. Sehabis bermain itu mereka tidak memperoleh
apa-apa.
Atau seperti pengisap narkotik, dia
mendapatkan hiburan-hiburan yang amat menyenangkan sewaktu dia tenggelam dalam
kemabukan narkotik itu. Hilanglah segala gangguan-gangguan pikiran yang tidak
menyenangkan, lenyaplah kelelahan dan kelesuan rokhaniah dan jasmaniah pada
waktu ini. Tetapi sebentar kemudian, bila racun narkotik itu sudah tidak
berdaya lagi, hiburan yang menyenangkan itupun lenyap dan dia menderita
kelelahan lebih berat dari sebelum minum narkotik. Begitulah keadaan
orang-orang yang ingkar terhadap hari berbangkit dan hidup sesudah mati itu.
Mereka membatasi diri mereka dalam kesempatan pendek itu. Hidup bagi mereka
adalah permainan dan hiburan.
Bagi orang-orang yang mukmin dan
takwa tentulah mereka berpikir tidak seperti orang-orang yang ingkar itu.
Tidaklah patut mereka membatasi diri pada garis kehidupan yang pendek. Apakah
arti kesenangan dan kenikmatan yang hanya sebentar saja, untuk kemudian
menderita dengan tidak memperoleh apa apa. Oleh karena itu orang-orang mukmin,
hendaklah memilih garis kehidupan. yang lebih panjang yakni kehidupan ukhrawi,
sebab itulah kehidupan yang paling baik dan untuk garis kehidupan yang panjang
ini hendaklah dia mempersiapkan diri dengan amal kebaikan dan ketaatan kepada
Allah swt.
Dari Q.S Al-An’am ayat 32 kita
diperintahkan untuk berfikir dan menghayati kehidupan kita di dunia, dan akan
seperti apa kehidupan kita di akhirat.
1.
Kehidupan Dunia dan Akhirat
·
Dunia akan sirna dan akhirat
kekal abadi.
Manusia hidup di dunia sesuai
kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Suatu hari nanti ia pasti mati.
"Sesungguhnya kamu akan mati
dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Q.S. Az-Zumar: 30)
Namun demikian, tak ada seorangpun
yang mengetahui kapan ajalnya tiba. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala,
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
hari Kiamat dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S.
Luqman: 34)
Meski berapa pun panjangnya usia
seseorang, dunia tetap akan berakhir baginya. Ini adalah realita yang dengan
nyata bisa kita saksikan, kita lihat setiap saat, siang maupun malam.
Setelah kematian, setiap manusia mau tidak mau akan merasakan kehidupan yang
kekal abadi. Itulah kehidupan yang abadi. Itulah kehidupan akhirat. Setelah
Allah Subhanahu wa Ta'ala membangkitkan semua manusia dari kubur dan memperhitungkan
seluruh perbuatan seluruh perbuatan yang telah dilakukan di dunia. Lalu
memutuskan tempatnya, di surga yang luasnya seluas langit dan bumi atau di
neraka yang baranya berupa manusia dan batu.
Mukmin yang berakal tidak akan
tertipu dengan dunia, ia menganggap dunia hanya sebagai ladang untuk
menyemaikan benih-benih amal shalih agar ia bisa memetik buahnya diakhirat
kelak. Dunia hanya sebagai bekal agar bisa selamat melewati shirath yang berada
diatas neraka jahannam.
Hakikat ini, sudah dipesankan oleh semua
nabi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menceritakan tentang
orang beriman dari keluarga Fir'aun,
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal."
(Q.S. Al-Mu'min: 39)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam bersabda,
"Perumpamaan dunia bagiku adalah ibarat seorang musafir yang
istirahat sejenak dibawah sebuah pohon lalu meneruskan perjalanannya."
(H.R. Muslim)
·
Dunia hanyalah jembatan yang
menghubungkan ke akhirat
Seorang mukmin menjalani hidup di
dunia ini, hanyalah bagaikan orang asing atau seseorang yang menyebrang jalan.
Ia tidak menetap di dunia, terlebih disibukkan atau tertipu dengan gemerlap
kemewahannya. Baginya, dunia hanyalah tempat untuk sekadar lewat dan bukan
tempat tinggal yang abadi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Q.S. Ali Imran:
185)
Dengan begitu, seorang muslim akan
senantiasa merasa bahwa ia menyebrang jalan. Ia senantiasa merindukan tempat
asalnya, yaitu di sisi Allah SWT . Maka ia tidak akan merasakan ketentraman
sejati tinggal di dunia meski dikaruniai usia yang panjang. Ia tidak membangaun
rumah yang megah dan menumpuk prabot yang mewah. Ia merasa cukup dengan apa
yang didapat . itupun untuk bekal ditempat tinggal yang sebenarnya. Karena, ia
tahu persis bahwa disanalah ia akan tinggal kekal selama-lamanya. Demikianlah
sikap seorang mukmin terhadap dunia. Karena dunia bukanlah tempat tinggal yang
abadi. Ia hanyalah sepenggal kehidupan yang singkat, jika dibandingkan dengan
kehidupan di akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan
kepadamu: 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah' kamu merasa berat
dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia
sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (Q.S.
At-Taubah: 38)
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal." (Q.S.
Al-Mu'min: 39)
Hasan Basri berkata, "Seorang mu'min ibarat orang asing.
Tidak merasa sedih dengan sedikitnya kekayaan dunia, dan tidak berebut untuk
mendapatkannya. Ia sibuk dengan urusannya, ketika orang lain sibuk dengan
urusannya masing-masing.
Ibnu Rajab berkata, "Ketika Allah menciptakan Adam Alaihis
Salam, ia dan istrinya ditempatkan di surga. Setelah itu, keduanya dikeluarkan,
dan dijanjikan untuk kembali lagi beserta keturunannya yang shalih. Seorang
mu'min, tentu akan merindukan tanah airnya. Dan, cinta tanah air adalah bagian
dari iman."
·
Nasihat Ibnu Umar.
Abdullah bin Umar ra. Menerima
nasihat dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan sepenuh hati dan
pikiran, maka ia adalah murid teladan yang kemudian menjadi pemancar cahaya
hidayah. Ia menyerukan untuk bersikap zuhud di dunia. Jika dimalam hari, seseorang merasa seakan umurnya tidak sampai esok
hari. Demikian juga sebaliknya. Bahkan menyangka bahwa ajalnya lebih dekat dari
itu.
Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Manfaatkanlah
lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain: Masa muda sebelum
masa tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, luang sebelum sibuk, dan
hidup sebelum mati." (H.R. Hakim)
B. Kajian Disiplin Ilmu
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar
pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu yang berhubungan
dengan berpikir dan menghayati adalah Filsafat.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Ciri-ciri berfikir
filosfi :
1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir
yang tinggi.
2. Berfikir secara sistematis.
3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4. Menyeluruh.
Salah satu persoalan
yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Yang
jawabannya terdapat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Q.S. Al-An’am ayat 32
yang menerangkan bahwa dunia tidaklah abadi sehingga dapat disimpulkan bahwa
tujuan hidup adalah kehidupan kekal di akhirat.
C.
Ayat Dan Hadist Penunjang
1.
QS. Al-Hadiid 57: 20
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu
serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadiid 57: 20)
2.
QS.Al Ankabut:64
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan sendau gurau dan
main-main dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau
mereka mengetahui.” (QS.AL ANKABUT:64).
3.
QS. Yunus : 44
“Sesungguhnya ALLAH tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun
akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada mereka sendiri.” (QS. Yunus : 44).
4.
QS. Ar-Ra’d: 26
Allah meluaskan rezeki dan
menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan
kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan
akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS.
Ar-Ra’d: 26)
5.
QS. Al-Baqarah: 82
Dan orang-orang yang beriman
serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 82)
6.
QS. Al-A’raf: 36
Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS.
Al-A’raf: 36)
7.
Al-Fawaid 55
Ibnul Qayyim: “Amal yang dilakukan tanpa ikhlas dan pasrah bagai
musafir yang membawa pasir sehingga memberatkan dan tidak bermanfaat apa-apa.” (Al-Fawaid 55).
8.
Dalam Hadits Kudsi Allah bersabda :
'Hai anak adam,,,,, janganlah kamu gembira
dengan kekayaan, karena bukankah kamu tidak kekal ? Bersabarlah dalam
menjalankan ketaatan kepada Allah, sesungguhnya Allah Swt , akan menolongmu
dalam kesempitan/kesulitan, jangan gelisah sebab mengalami kefakiran, karena ia
bukan merupakan ketentuan yang memberatkan padamu,, jangan berputus asa dari
Rahmat Allah, Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang, Tinggalkan
perbuatan dosa , karena hal itu adalah bekal bagi orang yang berbuat dosa untuk
neraka, janganlah mabuk kesenangan dengan kekayaan, karena orang kaya itu
terhormat didunia, namun diakhirat ia amat terhina, , Sesungguhnya orang fakir
itu didunia terhina, namun diakherat ia amat terhormat, Sesungguhnya kemuliyaan
akhirat lebih agung dan lebih kekal '' (Hadis Kudsi)
9.
Hadist Nabi Muhammad SAW
Ibnu Umar ra.
Berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Memegang pundakku
dan bersabda, "Didunia ini, jadilah kamu seperti orang asing atau
penyebrang jalan." Ibnu Umar ra berkata, 'Jika kamu di sore hari, jangan
menunggu pagi hari; dan jika kamu di pagi hari, jangan menunggu sore hari.
Manfaatkan waktu sehatmu sebelum kamu sakit, dan waktu hidupmu sebelum kamu
mati." (H.R. Bukhari)
BAB III
KESIMPULAN
Kesenangan-kesenangan duniawi itu
hanya sebentar dan tidah kekal. Oleh karena
itu, janganlah terpedaya dengan kesenangan dunia, serta lalai dari
memperhatikan urusan Akhirat.
Setiap muslim hendaklah segera
melakukan kebaikan, banyak melakukan ketaatan dan berbagai kewajiban lainnya.
Juga hendaknya tidak menyia-nyiakan waktu dengan menunda-nunda pekerjaan,
karena kita tidak tahu kapan ajal itu akan tiba.
Bagi setiap muslim hendaknya
memanfaatkan setiap kesempatan yang dimilikinya, sebelum terlambat.
Q.S. Al-An’am ayat 32 diatas
merupakan dorongan untuk bersikap zuhud terhadap dunia. Yang dimaksud zuhud
disini bukanlah meninggalkan usaha, akan tetapi mewaspadai dunia agar tidak
melupakan akhirat.
Seorang muslim adalah orang yang
bersungguh-sungguh dalam melakukan amal shalih, memperbanyak kebaikan,
disamping itu ia juga senantiasa takut terhadap azab dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Atau seperti kondisinya seorang yang sedang menempuh perjalanan. Ia
senantiasa bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan. Juga sangat ketakutan
kalau-kalau tersesat atau tidak bisa meneruskan perjalanan, sehingga tidak bisa
sampai ke tujuan.
Perbuatan yang bersifat duniawi
wajib dilakukan, jika dalam rangka mencukupi kebutuhan jiwa dan untuk
mendapatkan berbagai manfaat. Bagi seorang muslim, semua itu akan dijadikan
jembatan menuju akhirat.
Q.S. Al-An’am ayat 32 ini mendorong
kita untuk bersikap proporsional antara dunia dan akhirat.