Minggu, 22 September 2013

Kampung Kuta



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan hidup yang berbeda di setiap daerah. Budaya terus berkembang dari generasi ke generasi mengingat kebutuhan manusia yang semakin banyak dan terus berkembang pula dalam berbagai aspek kehidupan.
Kebudayaan yang terus berkembang akhirnya mempengaruhi perubahan kebudayaan di setiap daerah. Perubahan kebudayaan yang terlihat sangat jelas ada di daerah perkotaan. Bahkan di berbagai daerahpun masyarakat sudah hidup dengan gaya modern sehingga cukup sulit menemukan kelompok masyarakat yang masih memelihara budaya leluhurnya. Kebanyakan nilai-nilai budaya leluhur telah ditinggalkan karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman.
Namun dibeberapa daerah ternyata masih ditemukan kelompok masyarakat yang memegang teguh budaya leluhurnya. Bahkan budaya itu masih terpelihara sampai sekarang. Salah satu contohnya adalah dusun adat yang terletak di Desa Karangpaningal Kabupaten Ciamis. Dusun adat tersebut bernama Kampung Kuta.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, maka rumusan masalah pada penulisan makalah ini, diantaranya :
1.      Bagaimana wujud dan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat di Kampung Kuta?
2.      Bagaimana sistem sosial dan proses sosial dalam kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat di Kampung Kuta?
3.      Apakah terdapat stratifikasi sosial di Kampung Kuta?
4.      Bagaimana proses akulturasi budaya di Kampung Kuta?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan.
2.      Untuk mengetahui wujud dan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat di Kampung Kuta.
3.      Untuk mengetahui sistem sosial dan proses sosial dalam kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat di Kampung Kuta.
4.      Untuk mengetahui apakah terdapat stratifikasi sosial di Kampung Kuta.
5.      Untuk mengetahui proses akulturasi budaya di Kampung Kuta.


6.       
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Riwayat Singkat Kampung Kuta

Kampung Kuta merupakan salah satu dusun adat yang masih bertahan sampai sekarang. Kampung kuta terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Daerah ini disebut kampung kuta karena terletak dalam lembah yang dikelilingi tebing-tebing curam setinggi 30-60m, seakan-akan dipagari oleh tembok-tembok besar menjulang. Tebing-tebing tersebut membentuk lingkaran sehingga tampak seperti sebuah mahkota dengan kampung kuta yang berada di tengah-tangahnya.
Kampung kuta berbatasan langsung dengan jawa tengah. Adapun batas-batas kampung kuta yaitu:
Sebelah Barat       : Kampung Margamulya
Sebelah Timur      : Sungai Cijolang / Jawa Tengah
Sebelah Utara       : Kampung Cibodas   
Sebelah Selatan    : Sungai Cijolang / Jawa Tengah

 Kampung kuta terletak di ujung Kabupaten Ciamis dan cukup terpencil. Dari kabupaten Ciamis jaraknya sekitar 34 km menuju arah utara. Dapat dicapai dengan mengunakan mobil angkutan umum sampai di Kecamatan Rancah. Dari Kecamatan Rancah bisa mengunakan ojek. Jika kondisi hujan sebaiknya tidak menggunakan mobil, karena kondisi jalan aspal yang berkelok-kelok dan tanjakan yang cukup curam ketika hujan akan sangat licin. Selain itu sebagian jalan juga rusak dan berlubang cukup dalam.
Jarak tempuh dari kampung kuta ke desa, kecamatan dan kabupaten cukup jauh yaitu sekitar:
Kampung kuta ke desa karang paningal 1 km
Kampung kuta ke Kantor camat tambaksari 4km
Kampung kuta ke Ibu kota kabupaten ciamis 45 km
Luas wilayah kampung kuta adalah sekitar 185,195 ha yang terdiri dari:

Ancepan 2,184
Danau 0,135
Hutan keramat 32,886
Pemukiman 9,733
Sawah 44,395
Kebun 89,831
Sungai 5,851

Masyarakat kampung kuta dengan kearifan tradisionalnya telah berhasil mempertahankan kelestarin lingkungan dan budaya adat kampung kuta. Keberhasilan tersebut telah menghantarkan masyarakat kampung kuta memperoleh penghargaan kalpataru tingkat nassional tahun 2002. (Kategori Penyelamat Lingkungan).
Penduduk yang ada dikampung kuta berjumlah 311 orang yang terdiri dari 152 laki-laki dan 155 perempuan. Jumlah KK di Kampung Kuta sebanyak 127, dengan 98 KK Laki-laki dan 19 KK Perempuan.
Warga di kampung kuta meyakini bahwa Pada masa Prabu Sliwangi (Raja Galuh) pernah bermukim di kampung Kuta dan merencanakan akan mendirikan keraton sebagai pusat Kerajaan galuh. Bukti dari persiapan tersebut sampai sekarang masih ada yaitu :
1.      Semen merah dari tanah (yang bernama gunung semen).
2.      Kapur (terampar seluas 0,25 ha).
3.      Batu Soko (sebanyak 3 buah terletak di gunung gede).
Namun rencana pembangunan tersebut gagal. Adapun barang–barang yang telah di buatnya tersimpan di Gunung barang.
Di kampung kuta terdapat orang yang bertugas untuk memelihara kampung Kuta yang diberinama Kuncen (kunci). Adapun daftar nama sejak kuncen pertama sampai dengan Kuncen ke lima adalah sebagai berikut :
1.      Kuncen Pertama : Aki Bumi
2.      Kuncen Kedua : Aki Danu
3.      Kuncen Ketiga : Aki Maena
4.      Kuncen Keempat : Aki Surabangsa
5.      Kuncen Kelima : Aki Rapisan
Kelima kuncen tersebut di makamkan di makam Bumimargamulya. Adapun yang menjadi Kuncen selanjutnya sampai sekarang harus keturunan Aki Rasipan.

B.     Wujud dan unsur-unsur kebudayaan Kampung Kuta
Menurut Edward Burnett Tylor, “Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.”
Setiap kebudayaan memiliki wujud dan unsur tersendiri. Adapun wujud kebudayaan Menurut J.J. Hoenigman dibedakan menjadi tiga yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.
1.    Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat.
Warga kampung kuta sangat memegang adat leluhur yang sudah berumur ratusan tahun. Segala sesuatu yang dilakukan oleh leluhurya masih dipelihara dan dilaksanakan sampai sekarang. Warga di Kampung Kuta memiliki kata “pamali”. Yang mana kata-kata terabut merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga di kampung kuta. Jika “pamali” dilanggar maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana.
Di kampung kuta terdapat hutan keramat. Setiap warga yang ada disana memiliki aturan khusus untuk mengunjungi hutan tersebut. Hutan keramat hanya bisa dimasuki pada hari senin dan jum’at, itu pun harus diadakan ritual terlebih dahulu oleh kuncen yang ada di kampung kuta. Setiap warga yang ingin memasuki hutan keramat harus didampingi oleh kuncen. Ketika memasuki hutan keramat warga dilarang mengenakan alas kaki, meludah, dan menebang pohon sembarangan. Karena peraturan tersebut akhirnya warga disana dapat menjaga kelestarian hutan lindung, areal pohon aren, sumber-sumber mata air, dan budaya bersih yang ada disana.
 
Ketika berkunjung ke kampung kuta, kita tidak akan melihat adanya sumur air disana. Karena warga di kampung kuta dilarang untuk membuat sumur. Hal itu dikarenakan kondisi tanah yang di kampung kuta yang tidak memungkinkan dibuatnya sumur air disana. Walaupun demikian warga di kampung kuta tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Daerah sumber resapan air tejaga dengan baik. Air dari pegunungan dialirkan kesetiap rumah warga menggunakan selang. Bukan hanya air yang ada di daerah sumber air aja yang jernih. Sumber air yang digunakan untuk mengairi sawahpun sangat jernih seperti air di pegunungan.
Aturan-aturan yang ada dikampung kuta berbeda dengan aturan yang ada di daerah lain. Misalnya dalam membangun rumah. Rumah tidak boleh berada dalam satu kawasan. Tapi harus tersebar. Ketika membangun rumah harus memiliki pasangan dan saling berhadapan sehingga jumlah rumah dalam satu kawasan selalu genap.

2.    Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Mayoritas warga kampung kuta memiliki mata pencaharian bertani dan beternak. Sehingga aktivitas warga disana kebanyakan menggarap sawah, kebun, beternak dan ada sebagian warga yang berdagang. Anak-anak yang ada dikampung kuta dapat menempuh pendidikan tanpa batasan. Bahkan ada sebagian warga dari kampung kuta yang belajar ke perguruan tinggi negeri seperti UNPAD. Namun kebanyakan warga kuta yang telah berhasil di luar kota enggan kembali ke kampung kuta bahkan memilih untuk menetap dan berkeluarga di tempat Ia belajar dan bekerja. Mereka baru akan kembali ke kampung kuta pada hari-hari tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri.
Disiang hari kebanyakan dari warga kampung kuta tidak berada dirumah. Mereka pergi ke ladang untuk bertani. Anak-anak pergi sekolah dan baru pulang siang hari. Di malam hari baru kita bisa menjumpai warga yang ada di kampung kuta secara keseluruhan. Biasanya warga berkumpul di malam hari walaupun hanya sekedar untuk bercengkrama. Hal itu dapat meningkatkan rasa kebersamaan yang ada di antara warga kampung kuta. Selain itu di kampung kuta masih terdapat budaya gotong royong. Budaya gotong royong akan terlihat ketika ada warga yang sedang membangun rumah, hajatan atau ketika upacara adat. Khusus setiap hari senin dan jum’at sebagaian warga di kampung kuta mengadakan ritual untuk mengunjungi hutan keramat.

3.    Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Masyarakat kampung kuta berbeda dengan masyarakat lainnya yaitu mempunyai rumah adat yang bentuknya panggung beratapkan rumbia dan atau ijuk. Masyarakat kampung kuta masih berpegang pada keyakinan amanat para leluhurnya dalam melestarikan rumah adat. Dalam membuat rumah bentuknya harus persegi panjang, tidak boleh leter U ataupun leter L. Sehingga kebanyakan rumah di kampung kuta bentuknya serupa. Yang membedakan hanyalah jendela dan barang-barang yang ada di dalam rumah.
Kebanyakan benda-benda yang terdapat dikampung kuta adalah benda-benda tradisional dan modern. Salah satu contoh benda tradisional yang ada di kampung kuta adalah lesung. Lesung sudah sangat jarang ditemui pada masa sekarang. Lesung biasa digunakan untuk menumbuk padi menjadi beras. Teknologi di kampung kuta memang sudah mulai canggih. Walaupun rumahnya terbuat dari kayu dan berbentuk panggung, namun di rumah-rumah warga terlihat ada kulkas, televisi, parabola, handphone, mobil, listrik, dan yang lainnya.
 
Menurut koentjaraningrat (1980) ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal atau universal cultural . Berpatokan dari ketujuh unsur–unsur kebudayaan yang dianggap bersifat universal tersebut maka didapat uraiannya unsur–unsur kebudayaan di Kampung Kuta adalah sebagai berikut :
1.     Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Dalam segi bahasa, masyarakat kampung kuta sama seperti masyarakat sunda pada umumnya. Hanya saja bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari di kampung kuta adalah bahasa sunda buhun atau bahasa sunda yang masih terpelihara keasliannya. Sedangkan wujudnya berupa lisan, tulisan, dan isyarat.
Bahasa lisan digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung misalnya bertatap muka dan secara tidak langsung bisa menggunakan hand phone atau telepon genggam.
Selain bahasa lisan, masyarakat kampung kuta juga menggunakan bahasa tulisan. Bentuknya berupa sms atau pesan singkat melalui telepon genggam, papan pengumuman yang ada di sepanjang jalan kampung kuta , dan beberapa arsip resmi tentang kampung kuta.

Bahasa isyarat yang digunakan di kampung kuta tidak jauh berbeda dengan bahasa isyarat yang kita gunakan sehari-hari. Misalnya seperti melambaikan tangan untuk memanggil, menggelengkan kepala untuk mengatakan tidak atau jangan, dan sebagainya.

2.    Sistem Pengetahuan
Secara sederhana pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan.
Sistem pengetahuan masyarakat kampung kuta pada umumnya bersumber dari pendidikan formal dan warisan leluhur. Pengetahuan warga kampung kuta yang berbeda dari masyarakat pada umumnya adalah sistem pengetahuan yang bersumber dari warisan leluhur. Warga di kampung kuta mempelajari kitab yang diwariskan secara turun temurun. Di dalamnya terdapat ajaran tentang dasar-dasar kehidupan seperti “4 Pedoman Hidup” yang harus dipegang agar meraih kesuksesan. Empat Pedoman itu diantaranya adalah “Bener”, “Jujur”, “Iman”, dan “yakin”.
Selain itu, ada empat alam yang diyakini oleh warga di kampung kuta yaitu tirta, kerta, sanghara, dan dopara. Tirta merupakan alam para wali yang telah terlewati masanya. Kerta adalah alam “ahli ngelmu” (alam dimana setiap orang sibuk mancari ilmu) atau alam dimana ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Alam kerta adalah alam yang sedang kita jalani sekarang atau biasa kita sebut dengan kehidupan modern. Sanghara adalah alam yang ganas. Disebut juga “Perang Katilu” atau alam Pemutuhan. Pada alam ini akan terjadi kerusakan yang tidak bisa dibayangkan. Manusia akan terbagi kedalam dua kelompok yaitu manusia yang baik dan jahat. Disebut alam pemutihan karena manusia yang baik akan jelas berbeda dengan manusia yang jahat. Sedangkan dopara adalah alam kubur atau alam setelah kematian.

3.    Organisasi Sosial
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Di kampung kuta terdapan dua organisasi sosial, yang pertama adalah organisasi pemerintahan resmi dengan struktur kepengurusan mulai dari kepala desa sampai RT dan RW. Yang membedakan organisasi sosial di kampung kuta dengan daerah lainnya adalah adanya Struktur Kepengurusan Adat dengan susunan mulai dari Penanggung Jawab, Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, Kuncen, Tokoh Masyarakat, Dan Masyarakat.
Meski ada kepemimpinan resmi tetapi perananya dianggap tidak penting, karena semua keputusan berada ditangan sesepuh kampung kuta. Setiap kebijakan yang datang dari pemerintah pusat harus melalui sesepuh terlebih dahulu, setelah itu baru sesepuh yang memutuskan akan diterima atau tidak kebijakan tersebut.


4.    Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi 
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Sistem peralatan hidup yang digunakan oleh warga di Kampung kuta masih sederhana disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan disana. Misalnya untuk memenuhi kebutuhn air setiap hari, warga di kampung kuta mengalirkan air dari gunung kerumah warga dengan menggunakan selang. Untuk bertani, alat yang digunakan warga sama dengan para petani pada umumnya yaitu, pacul, celurit, golok, dan yang lainnya.
Sedangkan untuk teknologinya di Kampung Kuta sudah terdapat beberapa alat elektronik yang canggih seperti kulkas, televisi, handphone, mobil, listrik dan yang lainnya.

5.    Sistem Mata Pencaharian Hidup
Mayoritas warga kampung kuta memiliki mata pencaharian bertani dan beternak. Sehingga aktivitas warga disana kebanyakan menggarap sawah, menggarap kebun, beternak dan ada sebagian warga yang berdagang. Di siang hari kampung terlihat sepi, karena hampir semua warga pergi ke ladang untuk bertani.

6.    Sistem Religi
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.
Semua masyarakat di kampung kuta memeluk agama islam. Kepercayaan leluhur dan agama islam berjalan beriringan. Keduanya sama-sama memerintahkan pada kebaikan dan melarang pada kejahatan. Walaupun semua masyarakat beragama islam, tapi mereka masih mempertahankan kepercayaaan leluhur seperti membakar menyan, memberikan sesajen, upacara-upacara adat, memasang tolak bala di pintu, dan kepercayaan leluhur lainnya.
.
7.    Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Warga kampung kuta sangat menjaga warisan dari leluhurnya. Salah satu dari warisan itu adalah kesenian. Kampung kuta memiliki lebih dari satu kesenian, diantaranya yaitu :
a.         Kesenian Ibing Buhun atau Ronggeng,
Ibing buhun biasanya diiringi oleh kendang. Berbeda dengan ronggeng pada umumnya yang menjadi penari bukanlah seorang gadis, melainkan wanita paruh baya yang telah memiliki pengalaman. Salah satu lagu yang digunakan untuk mengiri ronggeng menari yaitu renggong manis. Sebelu ibing buhun atau ronggeng dimainkan, terlebih dahulu diadakan upacara adat.

b.         Kesenian Gondang
Kesenian kondang selalu diadakan setiap kali ada hajatan. Baik itu pernikahan maupun khitanan. Kesenian kondang diadakan di pagi buta. Ibu-ibu yang ada di kampung kuta menumbuk padi dengan menggunakan lesung dan halu. Suara dihasilkan dari halu yang dipukulkan ke lesung sambil menumbuk padi hingga menjadi beras.

c.         Kesenian Rengkong
Kesenian ini adalah kesenian saat musim panen datang, yaitu proses memindahan atau pengambilan padi dari sawah ketempat penyimpanan padi (leucit).

Selain kesenian di atas di Kampung Kuta juga selalu melakukan upacara adat diantaranya adalah :
a.         Babarit
Babarit disebut juga tolak bala. Setiap warga meletakkan babarit di depan pintu. Babarit terbuat dari tanaman yang telah ditentukan kemudian dipasang di depan pintu. Tujuannya adalah untuk menolak musibah yang akan datang ke rumah.

b.         Nyuguh
Nyuguh dilakukan setiap tanggal 25 safar. Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan sesajen pada sancang yang berada di hutan keramat. Sancang adalah sejenis harimau jadi-jadian. Warga di kampung kuta meyakini bahwa di hutan keramat terdapat sancang. Sancang merupakan perwujudan dari prajurit siliwangi yang tinggal di kampung kuta. Jika upacara adat nyuguh tidak dilakukan maka sancang yang ada di hutan keramat akan keluar dan merusak hewan ternak yang ada di kampug kuta.
Kegiatan yang dilakukan adalah membawa sesaji ke hutan keramat kemudian disana diadakan ritual.

c.         Sedekah Bumi
Sedekah bumi ini dilakukan ketika warga di kampung kuta hendak memulai aktivitas bertani. Kegiatan ini rutin dilakukan. Tujuannya adalah untuk mensyukuri rejeki yang didapatkan dari hasil tani. Kegiatan yang dilakukan adalah warga kampung kuta berkumpul di satu tempat kemudian memasak dan makan bersama. Pada acara ini setiap warga harus duduk langsung ditanah tanpa menggunakan alas kemudian memakan makanan yang telah disediakan bersama-sama.

C.    Sistem Sosial dan Proses Sosial dalam kelompok-kelompok masyarakat di Kampung Kuta menunjukkan adanya Stratifikasi Sosial.
Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. Sedangkan Proses sosial  dapat diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama dalam masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Syani dalam Basrowi (2005):
“Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara kedua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan individu atau kelompok yang lainnya dalam rangka mencapai sesuatu atau tujuan tertentu. Proses sosial pada dasarnya merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial yang merupakan aspek dinamis dalam kehidupan masyarakat.”

Sistem sosial dan proses sosial yang terjadi di kampung kuta tidak jauh berbeda dengan sistem sosial dan proses soaial yang terjadi pada masyarakat umumnya.
Setiap warga di kampung kuta saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Kerukunan kampung kuta akan terlihat ketika malam hari tiba. Biasanya warga berkumpul di malam hari walaupun hanya sekedar untuk bercengkrama. Hal itu dapat meningkatkan rasa kebersamaan yang ada di antara warga kampung kuta.
Sistem sosial dan proses sosial yang ada di kampung kuta menunjukkan adanya stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z. Lawang adalah “Penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.”
Stratifikasi sosial dikampung kuta terlihat dari adanya Susunan Kepengurusan Adat dimana disana  terdapat Penanggung Jawab, Ketua adat, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, Kuncen, Tokoh Masyarakat, Dan Masyarakat.
Ketua adat dipilih oleh masyarakat secara langsung melalui musyawarah. Sedangkan sesepuh atau tokoh masayakat dipilih berdasarkan pengalamannya selama berada di kampung kuta.
Berbeda dengan yang lainnya jabatan sebagai seorang kuncen diwariskan secara turun temurun. Sehingga warga kuta biasa tidak bisa menjadi kuncen. Kuncen bertugas untuk menjaga kampung kuta dan memimpin setiap upacara adat yang dilaksanakan di kampung kuta.
Dengan adanya susunan kepengurusan tersebut, walaupun dalam keseharian mereka berinteraksi secara biasa, namun keadaan seperti itu sudah pasti dapat membuat jarak antara para pemangku adat dengan mayarakat biasa.

D.     Proses Akulturasi Budaya di Kampung Kuta
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Menurut Koentjaraningrat dalam Basrowi (2005):
“Akulturasi adalah istilah dalam sosiologi yang memiliki berbagai makna, yang kesemuanya itu mencakup konsep mengenai proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan kepada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut. Unsur kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, melainkan senantiasa dalam suatu gabungan atau kompleks yang terpadu. Sedangkan modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat.”

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa di kampung kuta terjadi proses modernisasi, dimana warga mulai menunjukkan suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan.
Warga di kampung kuta sudah menggunakan telepon genggam sebagai sarana komunikasi. Dibeberapa rumah warga terdapat tulisan yang menginformasikan bahwa dirumah tersebut menjual pulsa.
Selain itu hampir di setiap rumah terdapat parabola yang menandakan bahwa di rumah tersebut terdapat televisi sebagai media hibuan dan media informasi.
Walaupun rumah adat di kampung kuta berbentuk panggung tapi didalamnya terdapat sofa, lemari, dan peralatan lain yang biasa ditemui di perkotaan.
Untuk memasak warga sudah menggunakan kompor gas sedangkan untuk alat transfortasi warga menggunakan motor dan mobil.
Selain beberapa alat elektronik yang telah disebutkan diatas, masih banyak alat elektronik lain yang telah digunakan oleh masyarakat di kampung kuta. Hal ini menunjukan bahwa teknologi di kampung kuta sudah canggih dan tidak kalah dengan masyarakat perkotaan pada umumnya.
Masyarakat di kampung kuta memang sangat menjaga warisan adat dari leluhurnya dengan sangat baik, tapi Ia tidak menutup diri dari perkembangan dunia luar. Selama alat elektronik yang ada dapat membantu mereka dalam meringankan tugas sehari-hari, mereka dapat menerimanya. Tentu saja tanpa harus meninggalkan budaya leluhur yang telah membesarkannya.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kampung kuta merupakan salah satu kampung adat yang menjaga dengan baik adat leluhurnya. Warga kampung kuta sangat memegang adat leluhur yang sudah berumur ratusan tahun. Segala sesuatu yang dilakukan oleh leluhurya masih dipelihara dan dilaksanakan sampai sekarang. Warga di Kampung Kuta memiliki kata “pamali”. Yang mana kata-kata terabut merupakan pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga di kampung kuta. Jika “pamali” dilanggar maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti bencana.
Di kampung kuta terdapat hutan keramat. Setiap warga yang ada disana memiliki aturan khusus untuk mengunjungi hutan tersebut.
Karena peraturan-peraturan yang dijaga dengan baik itulah akhirnya warga disana dapat menjaga kelestarian hutan lindung, areal pohon aren, sumber-sumber mata air, dan budaya bersih yang ada disana.
Masyarakat kampung kuta dengan kearifan tradisionalnya telah berhasil mempertahankan kelestarin lingkungan dan budaya adat kampung kuta. Keberhasilan tersebut telah menghantarkan masyarakat kampung kuta memperoleh penghargaan kalpataru tingkat nassional tahun 2002. (Kategori Penyelamat Lingkungan).



DAFTAR PUSTAKA

Basrowi.2005. Pengantar Sosiologi.Bogor : Ghalia Indonesia.

Redaksi Koran Pendidikan.  2012. [Online]. Budaya. Tersedia di http://wacana.koranpendidikan.com/view/2020/enam-strategi-mengelola-kelas-yang-baik.html