Minggu, 18 Oktober 2015

Apa Kabar Dande


Hey dande apa kabar? 
Sepertinya dande sedang kurang sehat. 
Dari semalam batuknya tidak berhenti. 
Bahkan sekarang suara dande terdengar parau dengan nafas sedikit sesak.
Semoga sakitmu menjadi kifarat dosamu. Alloh mengetahui yang terbaik bagimu.
Fisik memiliki haknya untuk beristirahat. 
Jadi ingatlah kembali dande, mungkin saja fisikmu memiliki waktu untuk beristirahat, tapi seharusnya pada waktu itu emosi dan pikiranmu juga ikut beristirahat. Nikmati waktumu.
Bukankah kau berusaha menjadi pribadi yang terbebas dari rasa hawatir.
Nampaknya hanya dari luar kamu terlihat tenang. Tapi nyatanya hatimu menyimpan kegelisahan.
Kau memang hebat dande. Kami semua tertipu. Atau dirimu pun baru menyadarinya?
Dande kami menyayangimu. Bebaskanlah pikiranmu itu. Semuanya akan baik-baik saja.
Hey dande, nikmatilah kehidupan ini. Bukan itu yang selalu kamu ucapkan??? ^^
Maaf sekarang jadi saya yang mengingatkan.

Mentari pasti akan bersinar. Biarkan Alloh yang merawatnya. Nikmatilah harimu. Bebaskan segala hawatirmu. ^^

Jangan hawatirkan penilaian makhluk. Sepertinya ada seorang yang menggangggu pikiranmu ^^
Ini hanya tebakan saya. He.... tapi sepertinya sangat tepat :p
Tetap fokus pada Alloh dan selalu lakukanlah hal yang baik. Benar kan?
Walau ia yang kau pikirkan kini terlihat bersikap kurang baik terhadapmu, apa itu masalahmu?
Minta maaflah jika kau merasa atau hawatir memiliki salah. Karena kau hanyalah makhluk yang tak lepas dari salah.
Namun tetaplah menjadi pribadi baik yang bersikap baik, berpikir baik, dan pelihara selalu hatimu untuk berniat baik dan lillah.
Dande apa penting penilaian makhluk buatmu?
Betapapun baiknya dirimu mereka tetap akan melihat kurangmu. Karena merekapun makhluk sama sepertimu.
Jadi kembalilah. Bebaskan hawatirmu, fokus kembali pada penilaian Alloh yang paling mengetahui tentangmu.
Tetap tersenyum pada mereka yang bermuka masam ya ^^
Hmm.... iya satu lagi, suara paraumu itu sudah berbulan terdengar. Kurangi bicaramu. Alloh menyayangimu.

Sahabatmu, 
Nina

Minggu, 04 Oktober 2015

Segenggam Mimpi Seluas Kenyataan (Part 2)




“Apa kamu sehat?
Ya saya sehat.
Apa kamu kuat?
Ya saya kuat.
Apa kamu bahagia?
Tidak. Saya tidak bahagia. Kehidupan terlalu keras mendidik saya.
Hidup ini terasa sangat berat untuk saya jalani. Saya ingin bahagia. Tapi dunia ini terlalu sempit bagi saya untuk mencari kebahagiaan. Saya mengharapkan kebahagiaan kekal yang Allah janjikan. Disuatu tempat dimana tidak ada air mata.
Tempat yang damai. Disamping Allah. Saya ingin berada di tempat itu sekarang.
Saya sehat. Tapi untuk apa saya sehat. Saya kuat. Tapi untuk apa?. Saya lebih senang tinggal disini. Disudut rumah sakit. Tempat saya merenung. Lebih dekat dengan Allah.
Apa kalian menyayangi saya? Jika ya, biarkan saya pergi. Relakan saya pergi. Bantu saya menuju tempat yang saya rindukan. Saya ingin bahagia. Tapi dunia ini terlalu sempit. Saya ingin pergi menuju tempat yang kekal. Tempat yang Allah ceritakan dalam mushaf ini. Saya ingin berada disana.” Ucap nina sambil memeluk erat mushaf berwarna merah jambu di sudut sebuah kamar rumah sakit. Tatapannya kosong. Matanya berkaca dan berlinang air mata. Nina memang tengah terluka. Disudut rumah sakit, tempat yang ia pilih kini. Tidak mau makan ataupun minum. Tatapannya selalu kosong. Dan sorot matanya penuh duka.
Bagaimana tidak. Untuk kesekian kalinya nina teluka. Orang yang nina menyimpan harapan padanya, kembali meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Ia bilang, Ia tak pernah menemukan sebuah keyakinan. Entah apa sebabnya. Nina yang lemah, hanya bisa diam dan menerima.
Logika dan hatinya terluka.
Jalan apa lagi yang harus nina tempuh. Kakinya kini mulai lelah. Langkahnya perlahan goyah.
***
Dari luar terdengar suara kaki yang tengah berlari. Sesekali terdengar suara orang yang memanggil-manggil namanya.  “nina....nina....” .
Tak lama kemudian pintu terbuka. Ibu nina masuk dengan wajah ceria sambil memegang lembaran koran ditangannya. Langsung Ia memeluk nina dengan air mata berlinang membasahi pipi tapi wajahnya tak menampakkan duka. Perlahan terdengar ibu nina mengucapkan “syukur hamdallah”.
Ternyata nina lolos tes CPNS di Kota Cilacap. Ibunya masih memeluk nina dengan erat. Tapi wajah nina tetap datar tanpa ekspresi.
“Bukankah ini yang nina harapkan? Apa nina tidak bahagia, sayang? Nina akan menjadi orang cilacap. Tinggal disana. Dimana tidak ada lagi luka dan kesedihan. Bukankah itu yang sering nina bilang? Sekarang nina akan tinggal disana. Nina akan tinggal disana. Nina akan bahagia disana. Nina?.....” Ibu nina terus berbicara pada nina yang masih saja tetap terdiam.
Mata nina kembali menitikan air mata. Kini nina membalas pelukan hangat ibunya. ”Iya mah....“ perlahan terdengar nina berbicara.
“Iya mah..... nina akan tinggal disana. Jauh dari sini. Jauh dari semuanya. Nina ingin disana saja mah. Disini terlalu banyak luka. Nina juga ingin bahagia. Nina harus bahagia kan mah...... Hidup ini terlalu berat mah..... hidup ini terlalu keras mendidik nina. Nina ingin kesana saja. Mah..... apa nina benar-benar akan bahagia disana? Apa disana tidak akan ada yang menyakiti nina? Mah.... nina takut.... mamah ikut nina kesana yah.... mamah jangan tinggalkan nina seperti mereka yang meninggalkan nina. Sekarang nina hanya memiliki mamah.... Mah.... nina anak baik kan? Mamah mau ikut nina kan? Kata mamah anak baik harus bahagia. Nina juga ingin bahagia mah.... mamah ikut nina yah.....” Pelukan nina semakin erat dan tangisannya semakin tidak tertahan.
Ibunya kembali memeluk nina erat. ”Iya nak..... mamah ikut nina. Mamah akan menjaga nina disana. Nina memang anak baik..... mamah akan menjaga nina. Nina harus bahagia. Anak baik harus bahagia. Disana tidak akan mamah biarkan satu orangpun menyakiti nina. Nina akan bahagia disana.... nina pasti bahagia. Kita akan bahagia disana. Nina percaya sama mamah kan....”
Siang itu nina teridur karena obat yang disuntikan dokter melalui selang infus dipergelangan tangan kanannya. Tangan nina masih memegang erat ibunya. Seolah ia tak ingin ditinggalkan. Akhirnya senyum kembali terlihat diwajah nina dalam lelap tidurnya. Ibunya mengusap tangan nina dengan lembut. “Sembuhlah sayang. Minggu ini juga kita berangkat ke Cilacap. Kita mulai hidup baru disana. Jauh dari ratif, dan orang-orang yang telah membuat kamu terluka sayang.....” ucap ibu nina.
***
Dua minggu sudah nina berada dicilacap. Keadaan nina kini sudah mulai membaik. Menjadi seorang PNS, bekerja disebuah SD terpencil di pinggiran kabupaten Cilacap. Itu memang mimpinya. Tinggal berdua dengan ibunya. Rumah sederhana kini menjadi tempat berlindung bagi nina. Sesuatu memang berubah. Nina tak lagi seceria dulu. Kini Ia lebih tertutup.
Nina yang ramah memang bisa beradaptasi dengan cepat dilingkungan barunya. Lingkungan baru, lokasi rumah berdekatan dengan pantai yang indah. Suasana yang benar-benar membuat nina nyaman dan damai. Tetangga baru dan siswa SD yang setiap hari ditemui nina perlahan membuat nina kembali ceria. Walaupun tidak seceria dulu.
Nina mulai melupakan masalalunya. Banyak hal berubah dari nina. Nina tampil lebih tertutup memang, tapi kini lebih dewasa dalam memandang arti kehidupan. Sejatinya hidup bukanlah tentang mimpi dan keinginan. Arti kehidupan yang sesungguhnya adalah tentang kenyataan dan penerimaan. Kenyataan yang Alloh takdirkan, dan bagaimana cara kita menyikapinya. Bahagia itu sederhana. Yang rumit adalah keinginan kita yang tak pernah ada habisnya.
Sebuah cerita memang tidak selalu berakhir dengan bahagia.
Bersambung........

Segenggam Mimpi Seluas Kenyataan (Part 1)



16-oktober-2014 13.40

Hari sudah larut malam. Tapi nina masih tetap terjaga. Lusa adalah hari dimana ia akan menyelesaikan studinya setelah empat tahun perjuangan panjang nan melelahkan. Hari yang membahagiakan seharusnya. Tapi nina tetap dengan kegelisahannya. Apakah kelak yang akan nina lakukan setelah wisuda. Pasti banyak yang menanyakan kapan ia akan menikah, dimana ia bekerja, dan beragam pikiran lainnya terus saja berada disekitar nina. Hukh...... kehidupan terasa semakin berat saja nina rasakan. PR-nya setelah wisuda tentu saja berkeluarga. Dengan siapa? Nina sendiri tidak tau. Walau ada beberapa orang yang menyukainya, tak ada satupun dari orang itu yang juga disukai nina. L
Disampingnya nina melirik pada rita. Sahabat yang menginap di rumahnya. Besok pagi nina dan rita akan berangkat ke Bandung untuk wisuda. Semua perlengkapan telah tersusun rapi dipojok kanan lemari pakaian. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Tepat pukul 04.00 nina dan rita harus sudah siap untuk berangkat. Tapi bagaimana bisa, nyatanya mata nina tak sedikitpun menunjukkan ia akan terlelap.
***
“I wana be where you are.........” suara alarm hp terdengar keras membangunkan nina dan rita. Entah jam berapa nina tertidur. Rasanya sudah lama sekali.
Nina dan rita langsung bergegas. 15 menit kemudian mereka siap untuk berangkat. Setibanya di pool nina dan rita langsung shalat shubuh kemudian naik bis jurusan Tasikmalaya-Cicaheum Bandung. perjalanan terasa akan sangat melelahkan mengingat nina yang alergi AC.
Bis mulai melaju. Tanpa terasa nina mulai mengantuk. Terang saja, semalam ia hanya tidur beberapa menit saja sebelum akhirnya terbangun. Belum lama nina tertidur, ia dibangunkan oleh bunyi pesan yang masuk dihpnya. Ternyata seseorang yang menanyakan kabar dan keberadaan nina. Singkat saja nina menjawab kalo ia sedang di bis perjalanan menuju kota Bandung. Siapa yang menyangka kalo ternyata pesan itu malah berlanjut pada sebuah percakapan serius yang membuat dada nina berdegup tak beraturan. Kantuk nina hilang seketika. Orang yang mengirim pesan pada nina adalah ratif.
***
Flashback:
Ratif merupakan teman kecil nina. Nina dan ratif cukup dekat waktu itu. Beberapa kali nina dan ratif terlibat dalam satu kepanitiaan yang sama. Setelah lulus SMK ratif memilih tinggal dan bekerja dikarawang. Baru tahun ini ia memutuskan untuk kembali dan tinggal dikampung halaman. Beberapa tahun mereka terpisah oleh jarak yang jauh. Ratif sebenarnya masih tetangga nina. Tinggal dikampung yang sama, namun sangat jarang bertemu.
Ratif adalah orang pertama yang nina sukai. Sejak duduk di bangku SMP nina sudah berempati pada ratif. Usia mereka terpaut tiga tahun. Dimata nina ratif adalah sosok kakak kelas yang rajin dan pintar. Darinya nina belajar banyak hal tentang kerja keras, perjuangan dan kesabaran. Apapun yang dilakukan ratif selalu menarik dimata nina.
Cerita nina tentu saja tidak selamanya indah. Nina yang diam-diam berempati pada ratif kala itu, mustahil jika ratif tidak mengetahuinya. Melihat sikap ratif yang terus saja cuek pada nina, membuat nina berpikir bahwa dia bukanlah sosok spesial bagi orang yang disukainya itu . Darisana nina berusaha untuk melupakan cinta pertamanya.
Flashback end.
Di bis nina tersenyum membaca pesan yang dikirim ratif untuknya.  Ratif bercerita bahwa sekarang ia sudah mantap untuk menikah. Tapi ia juga menyampaikan kalau ia masih memilih orang yang nantinya akan mendampinginya.
Di bis nina terlihat kebingungan mau membalas apa. Berulangkali nina mengetik kemudian menghapusnya. Kala itu hati nina berusaha mengubur harapan bahwa dialah orang yang tepat itu. Karena beberapa waktu lalu ratif juga sempat menanyakan apakan nina sedang dekat dengan seseorang atau tidak, tapi setelah nina menjawab tidak, ratif dengan dingin menjawab semoga seseorang yang nina tunggu segera datang. Huft menyebalkan bukan ^^
Tidak ingin hal yang sama terulang, nina pun membalas pesan ratif dengan sebuah doa “semoga Aa segera menemukan orang yang tepat”.
Setelah membalas pesan ratif, nina bersiap untuk kembali tidur. Ia tidak ingin menunggu balasan yang akan dikirim ratif. Karena sudah pasti ratif tak pernah sekalipun menyukai nina, pikirnya kala itu. Nina berusaha menghibur hatinya. “Ayolah nina...... kamu pintar, baik, cantik, banyak orang yang menyukaimu. Jadi lupakan saja orang itu”, Gumam nina sambil mengelus dada. Satu minggu sebelumnya sebenarnya nina sudah memutuskan untuk benar-benar melupakan cinta pertamanya itu. Kini yang nina tunggu adalah orang yang dipilihkan murobbi nina untuknya.
Hp bergetar tanda ratif sudah membalas pesan nina. Tapi Nina masih membiarkan pesan itu. Nina berusaha untuk tidak membukanya. Tangannya terasa dingin. Jantungnya kembali berdegup tak beraturan. Nina benar-benar penasaran.
Akhirnya nina menyerah juga. Ia memutuskan untuk membuka pesan yang ia terima. Bis terus saja melaju. Pesan ratif membuat nina terlupa pada alergi Ac yang dimilikinya.
Sebelum membuka pesan, nina membaca basmallah. Berharap isi pesan yang ia terima tidak membuat nina bimbang.
“kalo orang itu nina, apa nina mau menerimanya?”
Singkatnya pesan itu membuat mata nina tak berkedip untuk beberapa saat. Nina kembali membaca pesan itu berulang kali. Nina benar-benar hawatir pesan itu membuatnya salah paham. Lama sekali nina membalasnya. Setelah berpikir, yang nina tulis adalah sebuah pertanyaan “Apa Aa sudah memikirkannya dengan matang?”
Waktu itu nina benar-benar ingin memastikan apakah ratif serius dengan permintaannya. Karena nina tidak ingin mengulangi kesalahan sama untuk yang kesekiankalinya. Jika kini ia harus memilih, nina ingin ini menjadi pilihan terakhirnya.
Flashback.
Dari luar nina memang tampak sangat tegar dan kuat. Tapi jauh dilubuk hatinya ia tetap seorang wanita dengan masalalu yang tidak mudah. Ketika kuliah ia pernah menyayangi seseorang dengan tulus. Menjalani hubungan yang cukup lama, namun ternyata pada akhirnya ia harus meninggalkan orang itu. Bukan karena ia tak lagi menyayangi nina. Melainkan karena ia melakukan kesalahan yang tak pernah bisa nina maafkan. Waktu mengambil keputusan itu, nina benar-benar terpuruk. Ia sakit untuk waktu yang lama.
Setelah satu tahun berlalu, ia kembali dekat dengan orang yang baru. Orang yang dapat membuat nina melupakan masalalunya. Namun manusia hanyalah dapat berencana. Nina tetap dengan takdirnya. Orang yang nina percaya kini ternyata kembali menyakiti nina dengan melakukan kesalahan yang sama dengan ia yang dulu. Dari sana nina benar-benar terpuruk. Logikanya sudah tak lagi dapat menerima. Nina sempat tak lagi mempercayai siapapun. Nina benar-benar trauma. Di blognya waktu itu bahkan nina pernah bercerita betapa terpuruknya ia, sampai Ia tak dapat lagi melihat setitikpun kebahagiaan yang ada didunia. Yang nina pikirkan kala itu selalu tentang indahnya kematian.
Setelah terjatuh kedalam lubang yang gelap dan dalam, menemukan seseorang yang dapat membawanya kembali kedalam terang, namun ternyata ia kembali menjatuhkannya kedalam lubang yang sama, tentu rsanya lebih menyakitkan. 
Kala itu nina memerlukan waktu lebih lama untuk meyakinkan dirinya bahwa sifat laki-laki tidak semuanya seperti itu. Nina memutuskan untuk sendiri. Beberapa orang yang mendekatinya tidak bisa meyakinkan nina kembali.
Flashback end
Hp nina kembali bergetar. Bis yang terus melaju membuat nina berpegangan sejenak ketika melewati jalan menanjak.
“bersedia tidak?” pesan singkat yang dikirim ratif perlahan dibacanya.
Sebelum membalas. Nina menengok sejenak pada rita yang ada disampingnya. Nina hendak meminta nasihat. Tapi rita tengah tertelap. Dengan basmallah nina membalas pesan itu.
“Insyaallah saya akan menjaga amanah yang Aa berikan”
Walau masih ragu apakah ini merupakan keputusan yang tepat atau tidak, tapi nina berusaha menjalaninya. Mengetahui ternyata orang yang ia sukai menyimpan harapan yang sama tentu saja nina merasa senang. Dalam hatinya ia berpikir, mungkinkah ini merupakan jawaban dari doanya selamanya ini. Penantiannya yang panjang selama ini nyatanya tidaklah sia-sia. Apakah Allah sengaja mempersiapkan Ratif untuk menjadi imamnya, sehingga ratif baru memberikan pertanyaan itu sekarang. Dalam hati nina memiliki banyak sekali pertanyaan.
Dalam semua kebahagiaan yang dimilikinya, tentu saja kekhawatiran akan masalalu yang dihawatirkan berulang selalu ada. Hal itu selalu membuat nina merasa tidak tenang. Nina bisa menjadi sangat gelisah ketika bayangan masalalunya kembali muncul. Masalalu yang tak ingin ia alami lagi. Jika sampai nina harus berada pada posisi itu lagi, kekecewaan seperti apa yang akan ia rasakan, wallohualam.
Nina yang lemah selalu berlindung dibelakang nama Rabbnya.
Bersambung...............