“Apa
kamu sehat?
Ya saya sehat.
Apa
kamu kuat?
Ya saya kuat.
Apa
kamu bahagia?
Tidak. Saya tidak bahagia.
Kehidupan terlalu keras mendidik saya.
Hidup
ini terasa sangat berat untuk saya jalani. Saya ingin bahagia. Tapi dunia ini
terlalu sempit bagi saya untuk mencari kebahagiaan. Saya mengharapkan
kebahagiaan kekal yang Allah janjikan. Disuatu tempat dimana tidak ada air
mata.
Tempat
yang damai. Disamping Allah. Saya ingin berada di tempat itu sekarang.
Saya
sehat. Tapi untuk apa saya sehat. Saya kuat. Tapi untuk apa?. Saya lebih senang
tinggal disini. Disudut rumah sakit. Tempat saya merenung. Lebih dekat dengan
Allah.
Apa
kalian menyayangi saya? Jika ya, biarkan saya pergi. Relakan saya pergi. Bantu
saya menuju tempat yang saya rindukan. Saya ingin bahagia. Tapi dunia ini
terlalu sempit. Saya ingin pergi menuju tempat yang kekal. Tempat yang Allah
ceritakan dalam mushaf ini. Saya ingin berada disana.” Ucap nina sambil memeluk
erat mushaf berwarna merah jambu di sudut sebuah kamar rumah sakit. Tatapannya
kosong. Matanya berkaca dan berlinang air mata. Nina memang tengah terluka.
Disudut rumah sakit, tempat yang ia pilih kini. Tidak mau makan ataupun minum.
Tatapannya selalu kosong. Dan sorot matanya penuh duka.
Bagaimana
tidak. Untuk kesekian kalinya nina teluka. Orang yang nina menyimpan harapan
padanya, kembali meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Ia bilang, Ia tak
pernah menemukan sebuah keyakinan. Entah apa sebabnya. Nina yang lemah, hanya
bisa diam dan menerima.
Logika
dan hatinya terluka.
Jalan
apa lagi yang harus nina tempuh. Kakinya kini mulai lelah. Langkahnya perlahan
goyah.
***
Dari
luar terdengar suara kaki yang tengah berlari. Sesekali terdengar suara orang
yang memanggil-manggil namanya. “nina....nina....”
.
Tak
lama kemudian pintu terbuka. Ibu nina masuk dengan wajah ceria sambil memegang
lembaran koran ditangannya. Langsung Ia memeluk nina dengan air mata berlinang
membasahi pipi tapi wajahnya tak menampakkan duka. Perlahan terdengar ibu nina
mengucapkan “syukur hamdallah”.
Ternyata
nina lolos tes CPNS di Kota Cilacap. Ibunya masih memeluk nina dengan erat.
Tapi wajah nina tetap datar tanpa ekspresi.
“Bukankah
ini yang nina harapkan? Apa nina tidak bahagia, sayang? Nina akan menjadi orang
cilacap. Tinggal disana. Dimana tidak ada lagi luka dan kesedihan. Bukankah itu
yang sering nina bilang? Sekarang nina akan tinggal disana. Nina akan tinggal
disana. Nina akan bahagia disana. Nina?.....” Ibu nina terus berbicara pada
nina yang masih saja tetap terdiam.
Mata
nina kembali menitikan air mata. Kini nina membalas pelukan hangat ibunya. ”Iya
mah....“ perlahan terdengar nina berbicara.
“Iya
mah..... nina akan tinggal disana. Jauh dari sini. Jauh dari semuanya. Nina
ingin disana saja mah. Disini terlalu banyak luka. Nina juga ingin bahagia.
Nina harus bahagia kan mah...... Hidup ini terlalu berat mah..... hidup ini
terlalu keras mendidik nina. Nina ingin kesana saja. Mah..... apa nina
benar-benar akan bahagia disana? Apa disana tidak akan ada yang menyakiti nina?
Mah.... nina takut.... mamah ikut nina kesana yah.... mamah jangan tinggalkan
nina seperti mereka yang meninggalkan nina. Sekarang nina hanya memiliki
mamah.... Mah.... nina anak baik kan? Mamah mau ikut nina kan? Kata mamah anak
baik harus bahagia. Nina juga ingin bahagia mah.... mamah ikut nina yah.....”
Pelukan nina semakin erat dan tangisannya semakin tidak tertahan.
Ibunya
kembali memeluk nina erat. ”Iya nak..... mamah ikut nina. Mamah akan menjaga
nina disana. Nina memang anak baik..... mamah akan menjaga nina. Nina harus
bahagia. Anak baik harus bahagia. Disana tidak akan mamah biarkan satu orangpun
menyakiti nina. Nina akan bahagia disana.... nina pasti bahagia. Kita akan
bahagia disana. Nina percaya sama mamah kan....”
Siang
itu nina teridur karena obat yang disuntikan dokter melalui selang infus
dipergelangan tangan kanannya. Tangan nina masih memegang erat ibunya. Seolah
ia tak ingin ditinggalkan. Akhirnya senyum kembali terlihat diwajah nina dalam
lelap tidurnya. Ibunya mengusap tangan nina dengan lembut. “Sembuhlah sayang.
Minggu ini juga kita berangkat ke Cilacap. Kita mulai hidup baru disana. Jauh
dari ratif, dan orang-orang yang telah membuat kamu terluka sayang.....” ucap
ibu nina.
***
Dua
minggu sudah nina berada dicilacap. Keadaan nina kini sudah mulai membaik.
Menjadi seorang PNS, bekerja disebuah SD terpencil di pinggiran kabupaten
Cilacap. Itu memang mimpinya. Tinggal berdua dengan ibunya. Rumah sederhana
kini menjadi tempat berlindung bagi nina. Sesuatu memang berubah. Nina tak lagi
seceria dulu. Kini Ia lebih tertutup.
Nina
yang ramah memang bisa beradaptasi dengan cepat dilingkungan barunya. Lingkungan
baru, lokasi rumah berdekatan dengan pantai yang indah. Suasana yang
benar-benar membuat nina nyaman dan damai. Tetangga baru dan siswa SD yang
setiap hari ditemui nina perlahan membuat nina kembali ceria. Walaupun tidak
seceria dulu.
Nina
mulai melupakan masalalunya. Banyak hal berubah dari nina. Nina tampil lebih
tertutup memang, tapi kini lebih dewasa dalam memandang arti kehidupan.
Sejatinya hidup bukanlah tentang mimpi dan keinginan. Arti kehidupan yang
sesungguhnya adalah tentang kenyataan dan penerimaan. Kenyataan yang Alloh
takdirkan, dan bagaimana cara kita menyikapinya. Bahagia itu sederhana. Yang
rumit adalah keinginan kita yang tak pernah ada habisnya.
Sebuah
cerita memang tidak selalu berakhir dengan bahagia.
Bersambung........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar