Selasa, 26 Februari 2013

Tugas PAI



KAJIAN AYAT

Q.S. AL-AN’AM AYAT 32
“BERPIKIR DAN MENGHAYATI”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Progaram Tutorial-PAI MKDU


Disusun Oleh :
Elah Nurlaelah Sari
(1004162)
1C


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2010


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi yang berisi nilai-nilai universal kemanusiaan. Ia diturunkan untuk dijadikan petunjuk, bukan hanya untuk sekelompok manusia ketika ia diturunkan tetapi juga untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Nilai-nilai dasar Al-Qur’an mencakup berbagai aspek kehidupan manusia secara utuh dan komprehensif. Tema-tema pokoknya mencakup aspek ketuhanan, manusia sebagai individu dan anggota masyarakat, alam semesta, kenabian, wahyu, eskatologi, dan makhluk-makhluk spiritual. Eksistensi, orisinalitas, dan kebenaran ajarannya dapat dibuktikan oleh sains modern, sedang tuntunan-tuntunannya adalah rahmat bagi semesta alam.
Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam, berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya demi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Di samping itu, Al-Quran juga memerintahkan umat manusia untuk memperhatikan ayat-ayat Al-Quran, yang di samping dapat mengantar mereka kepada keyakinan dan kebenaran Ilahi, juga untuk mengingatkan manusia tentang kehidupan akhirat. Manusia seringkali terlena oleh kehidupan dunia yang hanya sesaat dan melupakan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.
Oleh karena itu penulis akan membahas Kajian Ayat Q.S. Al-An’am Ayat 32 tentang “Berfikir dan Menghayati” terhadap kehidupan dunia dan akhirat.

B.       Tujuan Penulisan
Penulisan kajian ayat Q.S. Al-An’am ayat 32 bertujuan agar pembaca tidak terlena dengan kehidupan dunia yang hanya sesaat, namun lebih memprioritaskan pada kehidupan akhirat yang kekal abadi.
     Dunia hanya sebagai ladang untuk menyemaikan benih-benih amal shalih agar bisa memetik buahnya di akhirat kelak. Dunia hanya sebagai bekal agar bisa selamat melewati shirath yang berada diatas neraka jahannam.
     Hakikat ini  dipesankan oleh semua nabi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menceritakan tentang orang beriman dari keluarga Fir'aun,
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal." (Q.S. Al-Mu'min: 39)

C.       Resensi Yang Digunakan
Sumber-sumber/resensi yang digunakan dalam pembuatan kajian ayat ini adalah menggunakan dua kelompok sumber. Diantaranya:
1.      Sumber dari buku-buku/kitab-kitab:
·         Al-Qur’an dan Terjemahnya DEPAG RI Gema Risalah Press Bandung
·         Tafsir Qur’an Karangan Ibnu Katsir
·         Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al An'aam 32
2.      Sumber dari internet:
Penulis menggunakan sumber-sumber di atas dikarenakan di dalamnya terdapat bahan-bahan yang dicari untuk proses pembuatan kajian ayat Q.S. Al-An’am Ayat 32.





BAB II
KANDUNGAN AYAT

A.       Isi, Terjemah, dan Tafsir
Artinya : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am:32)
Dalam ayat ini Allah menegaskan gambaran kehidupan duniawi dan ukhrawi. Kehidupan dunia ini sesungguhnya tidaklah lain hanyalah permainan dan hiburan. Bagi mereka yang mengingkari hari berbangkit dan kiamat memang demikianlah mereka sangat mencintai hidup duniawi ini.
Seperti anak-anak bermain-main mereka memperoleh kesenangan dan kepuasan sewaktu dalam permainan itu. Semakin pandai dia mempergunakan waktu bermain itu semakin banyak kesenangan dan kepuasan yang mereka peroleh. Sehabis bermain itu mereka tidak memperoleh apa-apa.
Atau seperti pengisap narkotik, dia mendapatkan hiburan-hiburan yang amat menyenangkan sewaktu dia tenggelam dalam kemabukan narkotik itu. Hilanglah segala gangguan-gangguan pikiran yang tidak menyenangkan, lenyaplah kelelahan dan kelesuan rokhaniah dan jasmaniah pada waktu ini. Tetapi sebentar kemudian, bila racun narkotik itu sudah tidak berdaya lagi, hiburan yang menyenangkan itupun lenyap dan dia menderita kelelahan lebih berat dari sebelum minum narkotik. Begitulah keadaan orang-orang yang ingkar terhadap hari berbangkit dan hidup sesudah mati itu. Mereka membatasi diri mereka dalam kesempatan pendek itu. Hidup bagi mereka adalah permainan dan hiburan.
Bagi orang-orang yang mukmin dan takwa tentulah mereka berpikir tidak seperti orang-orang yang ingkar itu. Tidaklah patut mereka membatasi diri pada garis kehidupan yang pendek. Apakah arti kesenangan dan kenikmatan yang hanya sebentar saja, untuk kemudian menderita dengan tidak memperoleh apa apa. Oleh karena itu orang-orang mukmin, hendaklah memilih garis kehidupan. yang lebih panjang yakni kehidupan ukhrawi, sebab itulah kehidupan yang paling baik dan untuk garis kehidupan yang panjang ini hendaklah dia mempersiapkan diri dengan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah swt.
Dari Q.S Al-An’am ayat 32 kita diperintahkan untuk berfikir dan menghayati kehidupan kita di dunia, dan akan seperti apa kehidupan kita di akhirat.
1.      Kehidupan Dunia dan Akhirat
·         Dunia akan sirna dan akhirat kekal abadi.
Manusia hidup di dunia sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Suatu hari nanti ia pasti mati.
"Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Q.S. Az-Zumar: 30)
Namun demikian, tak ada seorangpun yang mengetahui kapan ajalnya tiba. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Luqman: 34)
Meski berapa pun panjangnya usia seseorang, dunia tetap akan berakhir baginya. Ini adalah realita yang dengan nyata bisa kita saksikan, kita lihat  setiap saat, siang maupun malam. Setelah kematian, setiap manusia mau tidak mau akan merasakan kehidupan yang kekal abadi. Itulah kehidupan yang abadi. Itulah kehidupan akhirat. Setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala membangkitkan semua manusia dari kubur dan memperhitungkan  seluruh perbuatan seluruh perbuatan yang telah dilakukan di dunia. Lalu memutuskan tempatnya, di surga yang luasnya seluas langit dan bumi atau di neraka yang baranya berupa manusia dan batu.
Mukmin yang berakal tidak akan tertipu dengan dunia, ia menganggap dunia hanya sebagai ladang untuk menyemaikan benih-benih amal shalih agar ia bisa memetik buahnya diakhirat kelak. Dunia hanya sebagai bekal agar bisa selamat melewati shirath yang berada diatas neraka jahannam.
Hakikat ini, sudah dipesankan oleh semua nabi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menceritakan tentang orang beriman dari keluarga Fir'aun,
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal." (Q.S. Al-Mu'min: 39)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
"Perumpamaan dunia bagiku adalah ibarat seorang musafir yang istirahat sejenak dibawah sebuah pohon lalu meneruskan perjalanannya." (H.R. Muslim)
·         Dunia hanyalah jembatan yang menghubungkan ke akhirat
Seorang mukmin menjalani hidup di dunia ini, hanyalah bagaikan orang asing atau seseorang yang menyebrang jalan. Ia tidak menetap di dunia, terlebih disibukkan atau tertipu dengan gemerlap kemewahannya. Baginya, dunia hanyalah tempat untuk sekadar lewat dan bukan tempat tinggal yang abadi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Q.S. Ali Imran: 185)
Dengan begitu, seorang muslim akan senantiasa merasa bahwa ia menyebrang jalan. Ia senantiasa merindukan tempat asalnya, yaitu di sisi Allah SWT . Maka ia tidak akan merasakan ketentraman sejati tinggal di dunia meski dikaruniai usia yang panjang. Ia tidak membangaun rumah yang megah dan menumpuk prabot yang mewah. Ia merasa cukup dengan apa yang didapat . itupun untuk bekal ditempat tinggal yang sebenarnya. Karena, ia tahu persis bahwa disanalah ia akan tinggal kekal selama-lamanya. Demikianlah sikap seorang mukmin terhadap dunia. Karena dunia bukanlah tempat tinggal yang abadi. Ia hanyalah sepenggal kehidupan yang singkat, jika dibandingkan dengan kehidupan di akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah' kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (Q.S. At-Taubah: 38)
"Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal." (Q.S. Al-Mu'min: 39)
Hasan Basri berkata, "Seorang mu'min ibarat orang asing. Tidak merasa sedih dengan sedikitnya kekayaan dunia, dan tidak berebut untuk mendapatkannya. Ia sibuk dengan urusannya, ketika orang lain sibuk dengan urusannya masing-masing.
Ibnu Rajab berkata, "Ketika Allah menciptakan Adam Alaihis Salam, ia dan istrinya ditempatkan di surga. Setelah itu, keduanya dikeluarkan, dan dijanjikan untuk kembali lagi beserta keturunannya yang shalih. Seorang mu'min, tentu akan merindukan tanah airnya. Dan, cinta tanah air adalah bagian dari iman."
·         Nasihat Ibnu Umar.
Abdullah bin Umar ra. Menerima nasihat dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan sepenuh hati dan pikiran, maka ia adalah murid teladan yang kemudian menjadi pemancar cahaya hidayah. Ia menyerukan untuk bersikap zuhud di dunia. Jika dimalam hari, seseorang merasa seakan umurnya tidak sampai esok hari. Demikian juga sebaliknya. Bahkan menyangka bahwa ajalnya lebih dekat dari itu.
Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain: Masa muda sebelum masa tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, luang sebelum sibuk, dan hidup sebelum mati." (H.R. Hakim)

B.       Kajian Disiplin Ilmu
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu yang berhubungan dengan berpikir dan menghayati adalah Filsafat.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
 Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Ciri-ciri berfikir filosfi :
1.      Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
2.      Berfikir secara sistematis.
3.      Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4.      Menyeluruh.
Salah satu persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Yang jawabannya terdapat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Q.S. Al-An’am ayat 32 yang menerangkan bahwa dunia tidaklah abadi sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup adalah kehidupan kekal di akhirat.

C.       Ayat Dan Hadist Penunjang
1.      QS. Al-Hadiid 57: 20
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadiid 57: 20)
2.      QS.Al Ankabut:64
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan sendau gurau dan main-main dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui.” (QS.AL ANKABUT:64).
3.      QS. Yunus : 44
“Sesungguhnya ALLAH tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada mereka sendiri.” (QS. Yunus : 44).
4.      QS. Ar-Ra’d: 26
Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS. Ar-Ra’d: 26)
5.      QS. Al-Baqarah: 82
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 82)
6.      QS. Al-A’raf: 36
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-A’raf: 36)
7.      Al-Fawaid 55
Ibnul Qayyim: “Amal yang dilakukan tanpa ikhlas dan pasrah bagai musafir yang membawa pasir sehingga memberatkan dan tidak bermanfaat apa-apa.” (Al-Fawaid 55).
8.      Dalam Hadits Kudsi Allah bersabda :
 'Hai anak adam,,,,, janganlah kamu gembira dengan kekayaan, karena bukankah kamu tidak kekal ? Bersabarlah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, sesungguhnya Allah Swt , akan menolongmu dalam kesempitan/kesulitan, jangan gelisah sebab mengalami kefakiran, karena ia bukan merupakan ketentuan yang memberatkan padamu,, jangan berputus asa dari Rahmat Allah, Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang, Tinggalkan perbuatan dosa , karena hal itu adalah bekal bagi orang yang berbuat dosa untuk neraka, janganlah mabuk kesenangan dengan kekayaan, karena orang kaya itu terhormat didunia, namun diakhirat ia amat terhina, , Sesungguhnya orang fakir itu didunia terhina, namun diakherat ia amat terhormat, Sesungguhnya kemuliyaan akhirat lebih agung dan lebih kekal '' (Hadis Kudsi)
9.      Hadist Nabi Muhammad SAW
Ibnu Umar ra. Berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Memegang pundakku dan bersabda, "Didunia ini, jadilah kamu seperti orang asing atau penyebrang jalan." Ibnu Umar ra berkata, 'Jika kamu di sore hari, jangan menunggu pagi hari; dan jika kamu di pagi hari, jangan menunggu sore hari. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum kamu sakit, dan waktu hidupmu sebelum kamu mati." (H.R. Bukhari)




BAB III
KESIMPULAN

Kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidah kekal. Oleh  karena itu, janganlah terpedaya dengan kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan Akhirat.
Setiap muslim hendaklah segera melakukan kebaikan, banyak melakukan ketaatan dan berbagai kewajiban lainnya. Juga hendaknya tidak menyia-nyiakan waktu dengan menunda-nunda pekerjaan, karena kita tidak tahu kapan ajal itu akan tiba.
Bagi setiap muslim hendaknya memanfaatkan setiap kesempatan yang dimilikinya, sebelum terlambat.
Q.S. Al-An’am ayat 32 diatas merupakan dorongan untuk bersikap zuhud terhadap dunia. Yang dimaksud zuhud disini bukanlah meninggalkan usaha, akan tetapi mewaspadai dunia agar tidak melupakan akhirat.
Seorang muslim adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam melakukan amal shalih, memperbanyak kebaikan, disamping itu ia juga senantiasa takut terhadap azab dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Atau seperti kondisinya seorang yang sedang menempuh perjalanan. Ia senantiasa bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan. Juga sangat ketakutan kalau-kalau tersesat atau tidak bisa meneruskan perjalanan, sehingga tidak bisa sampai ke tujuan.
Perbuatan yang bersifat duniawi wajib dilakukan, jika dalam rangka mencukupi kebutuhan jiwa dan untuk mendapatkan berbagai manfaat. Bagi seorang muslim, semua itu akan dijadikan jembatan menuju akhirat.
Q.S. Al-An’am ayat 32 ini mendorong kita untuk bersikap proporsional antara dunia dan akhirat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar